Selasa, 10 Januari 2012


Energi air


Apakah anda masih ingat dengan lirik lagu ini?
Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samud’ra
Menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa.
Angin bertiup layar terkembang, ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b’rani bangkit sekarang, ke laut kita beramai-ramai – Ibu Sud
Konon, menurut sebuah lagu, nenek moyang kita berprofesi sebagai pelaut. Mereka menyadari bahwa laut memiliki potensi yang besar, yaitu ikan, tanaman laut, harta karun, dan masih banyak lagi. Kini kita pun mengetahui bahwa laut mengandung potensi sebagai salah satu sumber energi terbarukan; dan berkat kemajuan teknologi potensi tersebut dapat diwujudkan.
Energi yang berasal dari laut (ocean energy) dapat dikategorikan menjadi tiga macam:
Prinsip sederhana dari pemanfaatan ketiga bentuk energi itu adalah: memakai energi kinetik untuk memutar turbin yang selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Artikel kali ini ialah bagian kedua dari tiga artikel yang membahas tentang energi yang dapat dimanfaatkan dari laut. Di bagian kedua trilogi artikel ini, energi pasang surut (tidal energy) akan dibahas.
Energi Pasang Surut
gambar3.png
Gambar 3. Ombak masuk ke dalam muara sungai ketika terjadi pasang naik air laut.
Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya; dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga ombak. Namun demikian, menurut situs darvill.clara.net, hanya terdapat sekitar 20 tempat di dunia yang telah diidentifikasi sebagai tempat yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik bertenaga pasang surut ombak.
Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut:
gambar4.png
Gambar 4. Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar turbin.

1.    Dam pasang surut (tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang terdapat di dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau keluar (terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam. Aliran masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin (Lihat gambar 3 dan 4).
gambar5.jpg
Gambar 5. PLTPs La Rance, Brittany, Perancis.
Gambar atas menampilkan aliran air dari kiri ke kanan. Gambar sebelah kiri bawah menampilkan proyek dam ketika masih dalam masa konstruksi. Gambar kanan menampilkan proses perakitan turbin dan baling-balingnya. Photo credit: Popular Mechanics, December 1997.
Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas “hanya” 16 MW.
Kekurangan terbesar dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah mereka hanya dapat menghasilkan listrik selama ombak mengalir masuk (pasang) ataupun mengalir keluar (surut), yang terjadi hanya selama kurang lebih 10 jam per harinya. Namun, karena waktu operasinya dapat diperkirakan, maka ketika PLTPs tidak aktif, dapat digunakan pembangkit listrik lainnya untuk sementara waktu hingga terjadi pasang surut lagi.

2. Turbin lepas pantai (offshore turbines)
Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah biaya instalasinya, dampak lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan persyaratan lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari Inggris. Gambar hasil rekaan tiga dimensi dari ketiga jenis turbin tersebut ditampilkan dalam Gambar 6.
gambar6.png
Gambar 6. Bermacam-macam jenis turbin lepas pantai yang digerakkan oleh arus pasang surut.

Gambar sebelah kiri (1): Seagen Tidal Turbines buatan MCT. Gambar tengah (2): Tidal Stream Turbines buatan Swan Turbines. Gambar kanan atas (3): Davis Hydro Turbines dari Blue Energy. Gambar kanan bawah (4): skema komponen Davis Hydro Turbines milik Blue Energy. Picture credit: (1) marineturbines.com, (2) swanturbines.co.uk, (3) & (4) bluenergy.com.
Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut. Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini lebih efisien dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan kedua yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan pemberat secara gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan turbin tetap di dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro Turbines milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis turbines). Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan dapat disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Berikut ini disajikan secara ringkas kelebihan dan kekurangan dari pembangkit listrik tenaga pasang surut:
Kelebihan:
  • Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
  • Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
  • Tidak membutuhkan bahan bakar.
  • Biaya operasi rendah.
  • Produksi listrik stabil.
  • Pasang surut air laut dapat diprediksi.
  • Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang besar.
Kekurangan:
  • Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
  • Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak bergerak masuk ataupun keluar.
Nah, bagaimana dengan hasil konversi energi panas laut (ocean thermal energy conversion)? Tunggu pembahasannya di edisi terakhir artikel pemanfaatan energi laut!

Batuan Beku



Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari


1. Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:
A. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
1.   Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Teksturholokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
2.      Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3.   Holohyalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

B. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
-    Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
-    Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
-    Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
-    Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
2. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisa mikroskopis dapat dibedakan:
- Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati denganbantuan mikroskopdengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
-   Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
-   Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
-   Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
-   Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
-   Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
-   Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
-  Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang      lain.
-   Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
-   Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

D. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
-  Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan  berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
-  Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
-  Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
-  Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
-  Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.

2 Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:
a.  Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
b.     Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
c.       Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
d.  Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
e.  Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
f.       Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
g.   Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Dari contoh-contoh struktur batuan beku, pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).

3. Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.  Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
b.      Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.
Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi menjadi:
a.       Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
b.      Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
c.     Deep  seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:
a.       Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
b.      Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya adalah dasit.
c.       Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah andesit.
d.      Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.

Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:
a.       Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
b.      Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.
c.       Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:
a.       Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
b.      Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
c.       Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
d.      Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Planet Baru


PLANET BARU

Baru beberapa hari berselang dari perayaan tahun baru 2012, ilmuwan telah mengumumkan penemuan beberapa exoplanet (planet yang berada di luar tata surya kita). Ini menambah panjang daftar penemuan exoplanet sebelumnya.
Pada akhir 2011, terdapat total 716 planet yang telah dikonfirmasi sebagai exoplanet, dan 2.326 planet yang masih berupa kandidat exoplanet. Seperti dilansir Msnbc, Jumat (6/1/2012), planet-planet tersebut ditemukan oleh teleskop yang mengorbit di luar angkasa seperti Kepler, serta pusat pengamatan antariksa di Bumi.
Sekarang ada empat planet baru lagi yang ditemukan, yaitu HAT-P-34b, HAT-P-35b, HAT-P-36b, dan HAT-P-37b. Seluruhnya memiliki lingkaran orbit yang sangat kecil, di seputar empat bintang berbeda milik mereka masing-masing. Untuk mengelilingi orbitnya, mereka hanya menghabiskan waktu selama 5,5 hari, 3,6 hari, 1,3 hari, dan 2,8 hari.
Mereka ditemukan oleh para astronom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, yang mengoperasikan sebuah jaringan teleskop di permukaan Bumi. Jaringan tersebut, yang dikenal dengan nama HATNet project, pertama kali menemukan exoplanet HAT-P-1b, pada 2006 silam.

Exoplanet itu, seluruhnya merupakan raksasa gas yang mengorbit sangat dekat pada bintangnya, dan jauh lebih panas dari Bumi. Planet-planet itu bisa diibaratkan dengann Merkurius di tata surya kita. Namun, di beberapa tata surya asing, ditemukan juga planet gas raksasa yang mengorbit pada bintangnya, pada jarak yang lebih dekat darai jarak Merkurius ke Matahari.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting